
MCNEWSULTRA.ID, Lasusua – DPRD Kolaka Utara menindaklanjuti hasil peninjauan kawasan pembangunan Jetty atau terminal khusus (tersus) milik PT Riota Jaya Lestari (RJL) beberapa hari lalu. Peninjauan itu setelah menerima aspirasi atau pengaduan dari ormas Tamalaki Patawonua bersama warga Desa Sulaho.
Dewan pun kembali mengggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) melibatkan jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Kegiatan itu dipimpin Ketua Dewan Buhari dihadiri pula dua wakil ketua Hj Ulfa Haeruddin dan Agusdin. Total anggota dewan sebanyak 14 orang.
Sedangkan dari pihak eksekutif dihadiri Kadis PUPR, Disnakertrans, PTSP, Perwakilan DLH, dan Bidang Kebudayaan Dikbud Kolut.
Terkait jetty PT RJL, secara umum anggota dewan menyimpulkan pembangunan jetty merusak lingkungan di sekitarnya, baik di kawasan pesisir pantai maupun lahan pekuburan tua leluhur warga setempat.
Ketua Komisi I Sabri Mustamin salah satunya anggota yang menyayangkan dampak pembangunan jetty karena menimbulkan pencemaran besar di sekitar area pertambangan.
“Secara kasat mata pencemaran lingkungan itu bisa dilihat dan menurut saya izin yang dikeluarkan pemerintah pusat dan provinsi tidak melalui kajian-kajian mendalam,” kata anggota Fraksi Demokrat itu.
Senada pula, Martani Mustafa dari fraksi PKB menilai kerusakan itu paling krusial terjadi di sekitar Lanipa-nipa dan pesisir Tanjung Watulaki. Di matanya ada pencemaran besar di situ.
“Dusun Lanipa-nipa itu sudah tidak berwajah kampung lagi. Bahkan ketika musim hujan tiba sering terjadi banjir, akses di sana pun sudah tidak berbentuk jalan lagi,” jelasnya.
Dilematisnya, lanjut dia, karena saat ini semua izin pertambangan kewenangan pusat dan provinsi sementara daerah tidak mendapatkan sesuatu dan hanya jadi penonton.
“Di sana itu merupakan sumber konservasi bidang budidaya perikanan. Kalau ada warga ambil batu karang ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi kalau tambang merusak malah ada kesan pembiaran. Itu masyarakat Lambai juga terdampak oleh pertambangan itu,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Ketua Ulfa Haeruddin mengusulkan agar pembahasan masalah itu harus detail. Misalnya, soal dampak pencemaran dan rekomendasi kesesuaian tata ruang yang bisa terbit tanpa mempertimbangkan fakta kerusakan lingkungan.
“Jadi kalau hari ini kita bahas persoalan lingkungan fokusnya kita se Kabupaten Kolaka Utara, anggap saja blok PT CSM dan PT Riota sebagai contoh dari sekian perusahaan tambang yang ada Kolaka Utara.
Andil Kerusakan Lingkungan
Menanggapi pernyataan anggota legislatif terkait pencemaran lingkungan, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Anca membenarkan jika telah terjadi pencemaran lingkungan di area tersus milik PT RJL akibat limbah B3 tidak terkelola dengan baik.
“Pencemarannya itu pada aliran sedimen dan kekeruhan air karena dampak aktivitas dua perusahaan tambang. Hasil identifikasi kekeruhan bersumber dari sungai yang berada dalam kawasan IUP PT Putra Darmawan Pratama (PDP),” jelasnya.
Diterangkan pula, untuk memastikan pencemaran tersebut menimbulkan kerusakan air laut, maka dibutuhkan data pengujian air laut bersifat valid guna membandingkan baku mutu lingkungan air laut.
Anca juga menegaskan jika PT Riota telah memiliki UKL UPL tersus. Sementara sarana penunjang atau areal projek baik itu berupa UP UPL atau AMDAL dokumennya belum ada masuk di DLH.
RDP tersebut berakhir pada kesimpulan menjadwal ulamg pembahasan detail persoalan izin lingkungan, rekomendasi keselarasan tata ruang dan juga persoalan makam moyang etnis Tolaki dengan menghadirkan pihak terkait baik itu, LAT, DAP, maupun keturunan langsung dari leluhur Wende’pa. (***)
Reporter : Andi Momang