Sukanto Toding Akui Panselda Keliru Pahami Surat Edaran

0
489
Penjabat Bupati Kolaka Utara Sukanto Toding

MCNEWSULTRA.ID, Lasusua – Penjabat Bupati Kolaka Utara Sukanto Toding mengakui kisruh seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) formasi tenaga kesehatan berawal dari kesalahan Panitia Seleksi Daerah (Panselda) memahami surat edaran kementerian kesehatan.

Itu ditegaskan saat menanggapi kritikan anggota dewan dalam Rapat Paripurna DPRD Kolut terkait Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun Anggaran 2023, Jumat (5/4/2024).

Sukanto menegaskan, dasar panselda meloloskan berkas D IV bidan pendidik karena merujuk pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Nomor PT.01.03/F/1365/2023.

“Surat edaran itu menyebutkan Persyaratan Kualifikasi Pendidikan dan Surat Tanda Registrasi (STR) dalam rangka Pengadaan pegawai Pemerintah Daerah Perjanjian Kerja (PPPK) Jabatan Fungsional Kesehatan tahun 2023 pada Jabatan Bidan Kualifikasi Pendidikan D.4/Sarjana Terapan Kebidanan,” terangnya.

Dari surat edaran tersebut, kata dia, panselda memahami bahwa tidak ada pembatasan bidan klinis dan pendidik sepanjang sudah memiliki STR. Dasar itu dalam proses pemberkasan peserta tetap diloloskan atau dianggap memenuhi syarat.

Terkait kuota rekrutmen 110 orang ASN terdiri dari 50 CPNS dan 60 PPPK diakui karena adanya keterbatasan anggaran daerah. Dalam dua tahun terakhir juga sudah dilakukan penerimaan tenaga guru dan kesehatan, sehingga Tahun 2024 pemda hanya rekrut tenaga teknis saja.

“Terkait dengan penyelesaian masalah Mess Kolaka Utara di Kendari sampai saat ini sementara bergulir Pengadilan Negeri Kendari antara Kaswadi dan Ruslan sebagai tergugat I dan Pemerintah Daerah Kolaka Utara sebagai tergugat II,” ungkapnya.

Sejauh ini, kata dia, pemda masih menunggu putusan Inkrah PN Kendari sebagai pedoman hukum penyelesaian kasus Mess Kolut. Adapun masalah aset pemda yang bergerak maupun tidak bergerak sebagaimana dipersoalkan anggota dewan sudah mendapat putusan Inkrah pengadilan.

“Misalnya aset daerah berupa lahan pekuburan di Desa Pitulua, para terdakwa sudah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 350 juta ke kas negara. Belakangan ada saran agar aset itu dihapus.

“Namun belum dapat kita lakukan karena kerugian negara tersebut disetor ke kas negara bukan ke kas daerah. Jadi kita tetap mencatat sebagai aset daerah. Ke depan kita memohon agar ada penurunan status lahan dari kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan kemasyarakatan agar bisa bermanfaat,” jelasnya.

Begitu pula lokasi tanah Rumah Adat di Desa Pitulua sekarang masih proses penyidikan oleh kejaksaan dan kasusnya sama dengan kasus lokasi pekuburan. Pihak pemda masih terus kooperatif terhadap proses hukum tersebut.

“Untuk lokasi Pasar Pundoho tadinya itu hibah untuk pemda. Ternyata lahan itu ada sertifikat induk seluas 2 hektare. Satu hektare sudah dihibahkan, tetapi satu hektare lainnya digadaikan ke bank dan statusnya macet,” ungkapnya. (***)

Reporter : Andi Momang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini