Dulu saat krisis global maupun krisis ekonomi, pedagang pasar rakyat cukup resisten dengan tekanan krisis dibanding pengusaha skala besar. Jauh dari cerita gulung tikar usaha, pemecatan massal karyawan dan sebagainya. Tetapi begitu badai Pandemi Covid-19 melanda dunia, kesannya jadi beda.
MCNEWSULTRA.ID, Kendari – Wa Ina (54) sesekali menatap barang dagangannya yang bertumpuk. Setelah itu bola matanya bolak balik melihat orang yang melintas di depannnya. Dia bukan mencari orang, tetapi ingin menawarkan dagangannya pada pembeli. Nyaris sejam berlalu, belum satu pun orang singgah sekadar menawar atau membeli.
Wanita paruh baya itu sehari-hari menjual bahan sayuran seperti tomat, lombok, cabe, bawang dan lainnya di Kawasan Pasar rakyat Korem Mandonga. Sebagian jenis dagangannya cukup berisiko kalau tersimpan lama, kemungkinan terbesar adalah membusuk seperti tomat dan cabe.
Situasi itupun kerap ia alami selama masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Puncaknya ketika Pemerintah Kota Kendari harus menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekitar bulan April menyusul penetapan status zona merah penyebaran wabah Covid-19 di delapan kecamatan.
“Sudah hampir delapan bulan pengunjung pasar sepi gara-gara Corona. Itu sebagian jualanku jarang laku karena mau di apa pembelinya tidak ada. Kita punya pendapatan dia turun sekali. Dulu bisa saya untung Rp 250 ribu perhari, sekarang syukur-syukur ada Rp 100 ribu,” keluhnya dengan dialek sederhana.
Selama ini, kata dia, umumnya konsumen berprofesi sebagai penjual makanan. Tetapi sejak pandemi ditambah libur panjang ini sejumlah warung makan memilih mengurangi biaya produksi, bahkan ada yang tutup karena sepinya pembeli. Begitu pula dengan permintaan usaha jasa hotel maupun restoran yang nyaris turun 75 persen.
Setali tiga uang, kondisi itu juga dirasakan Arfa, salah seorang pedagang ayam. Diakui ada penurunan penjualan hingga 50 persen sejak Pandemi Covid-19 melanda Sulawesi Tenggara.
“Sebelum masa Covid-19 saya bisa jual sampai 500 ekor ayam karena permintaan besar dari beberapa rumah makan. Begitu ada wabah warung-warung kecil saja yang biasa pesan 10 ekor, sekarang sisa pesan 3-5 ekor ayam saja. Kadang naik sedikit tapi jarang itu,” tuturnya.
Situasi itu pula sulit dihindari ribuan pedagang yang tersebar di 12 pasar rakyat dalam wilayah Kota Kendari. Di wilayah ini seluruh pasar umum beraktivitas setiap hari dan empat diantaranya sudah direvitalisasi bertaraf pasar tradisional moderen seperti Pasar Sental Kota, Pasar Baru Wuawua, Pasar PKL (Paddy’s Market) dan Pasar Nambo.
Direktur PD Pasar Kota Kendari, Asnar tidak menampik gejala penurunan pendapatan sejumlah pedagang di pasar selama masa Pandemi Covid-19. Akibatnya, sektor pendapatan internal PD Pasar juga ikut mengalami imbas.
“Pendapatan kami (PD Pasar) juga sempat turun sekitar 50 persen. Mau bagaimana lagi, sebagian pedagang memilih social distancing karena takut corona. Pembeli justru sangat sepi. Semoga saja wabah cepat berlalu biar aktivitas pasar bisa normal lagi.” katanya beberapa waktu lalu.
PD Pasar malah sempat menerapkan kebijakan merumahkan seluruh karyawan selama satu bulan karena tak sanggup menanggung beban operasional. Keputusan itu dilakukan guna mengindari adanya kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Jangan berhenti di tengah badai, ungkapan itu mungkin cocok disematkan dengan spirit ketangguhan pedagang pasar rakyat berjibaku dalam pusaran masa pandemi. Soal makan bisa dibatasi, tetapi cicilan kredit tak peduli dengan semua kondisi lesunya pasar.
“Yah, kita tak punya pilihan lagi, harus tetap menjual dengan segala cara biar dagangan laku. Pembeli sepi bukan maunya kita. Pintar-pintarnya saja pedagang melariskan jualan,” tutur Rosdiana, seorang pedagang barang pecah bela di kawasan Pasar Sentral Kota Kendari.
Pengakuan senada juga diungka Ode. Dia tetap menjajakan ikan jualannya sampai sekarang, meski kadang menghadapi dilema besar. Dilemanya karena kondisi cuaca di laut kadang mempengaruhi harga ikan.
“Kita ini beli juga ikan sama pengumpul, terus kita jual lagi di pasar. Nah biasanya kita beli mahal, kita mau kembali jual dengan harga mahal, orang pasti tidak mau beli. Mana lagi musim Covid-19. Tapi saya jalan terus saja,” akunya.
Mendorong Pendekatan Berbasis Transformasi
Pasar tradisional umumnya pasar rakyat yang mengandalkan sirkulasi dan kelancaran transaksi dengan margin atau keuntungan relatif sempit. Selain itu produk yang dijajakan relatif adalah kebutuhan sehari-hari warga.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) Syamsul Anam Ilahi menilai, konsumen pasar tradisional bersumber dari kelompok pendapatan bawah hingga tengah yang jumlahnya memang dominan.
“Ini yang membuat pasar tradisional dapat tetap beradaptasi dengan siklus bisnis yang fluktuatif misalnya krisis. Problemnya krisis karena covid-19 ini bukan terutama pada sisi produksi, namun menghantam sisi pendapatan seluruh lapisan warga,” terangnya.
Pedagangan pasar tradisional, kata dia, sudah lama memiliki kemampuan adapatasi pada segala jenis situasi termasuk krisis, hanya saja Pandemi ini unik, karena menseyogyakan pembeli dan penjual untuk mengurangi perjumpaan langsung.
“Dengan demikian pedagang pasar perlu lebih rapi mencatat kegiatan harian mereka dan perlu lebih medsos minded dan proaktif menjemput pelanggan. Tuntutan tranformasinya sudah harus begitu,” katanya.
Dia berpendapat, secara umum Pandemi Covid-19 mendorong akselerasi proses digitalisasi di semua sektor. Pasar rakyat sekali pun mau tak mau tak bisa menghindari dari kecenderungan itu.
“Digitalisasi pasar rakyat mungkin lebih efektif pada level payment dan pengantaran. Perlu penyesuaian memang, tapi online payment atau payment gate akan meringkas banyak siklus dagang pada semua tingkatan. Soal efektif atau tidak masih perlu diukur,” jelasnya.
Selain itu pedagang pasar harus mempertimbangkan pendekatan diferensiasi produk yaitu berfokus pada produk yang permintaannya besar pada masa pandemi seperti pangan utama dan tumbuhan biofarmaka.
“Yang terpenting posisi pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan mesti menopang daya beli atau mendorong sektor konsumsi lebih besar melalui bantuan sosial baik tunai maupun pangan. Di sisi lain juga penting menahan tingginya angka pengangguran melalui program padat karya” ujarnya.
Terpisah, anggota DPRD Kota Kendari, Abdul Rasak mengatakan, sejauh ini pemerintah kota sedang berupaya mendorong kreativitas dan inovasi pedagang dalam melakukan transaksi.
“Prilaku konsumen soalnya bergeser sekarang, mereka lebih fokus keamanan dan kenyamanan selama pandemi. Jadi volume interaksi praktis sangat berkurang dalam pasar,” tuturnya.
Politisi Partai Nasdem ini juga menyarankan agar pedagang pasar harus beradaptasi dengan perubahan saat berjualan. Misalnya, bila selama ini jenis sayuran dijual terpisah, maka kedepan dijadikan satu paket dalam bungkusan.
“Nah dalam paket ada sayur, lombok, bawang dan sebagainya. Tergantung kira-kira kebutuhan konsumen umum. Saya kira teknologi sekarang memudahkan segalanya. Ndak perlu repot-repot orang ke pasar lagi,” katanya. (Juhartawan )
#pasarrakyat
#Digitalisasi
#Bangkitbersamasahabat