MCNEWSULTRA.ID, Kendari – Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia menilai pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 jauh lebih rumit di banding tahun 2019. Pasalnya, bakal merangkum pula agenda Pilkada serentak pada November 2024.
“Jadi energi dan pikiran yang biasa dikerjakan dalam kurun 10 tahun, harus kita selesaikan dalam setahun. Dulu saya sebut Pemilu 2019 paling rumit di dunia. Nah pemilu nanti sampai sekarang saya belum dapat padanan kata, mungkin terumit dunia akhirat,” tuturnya.
Itu ditegaskan Ahmad Doli Kurnia saat menjadi pemateri di acara Seminar Nasional bertema Maksimalisasi Penegakan Hukum Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang digelar Bawaslu Sultra, Minggu (13/6/2021).
Pada acara itu dihadiri anggota Komisi II DPR RI, Hugua. Satu pemeteri lagi dari pusat adalah anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo dan tiga pemateri lokal.
Menurutnya, ada potensi kerumitan pemilu sebelumnya kembali terulang pada tahun 2024 nanti. Misalnya, terkait pemahaman sebagian masyarakat terhadap tata cara maupun pilihan calon saat pencoblosan pada lima surat suara.
“Mereka (masyarakat) paham nggak siapa yang mereka pilih. Kalau pilpres gampang kan cuma dua pasang. Nah ini masalah akan kita ulangi lagi. Ada wacana bagaimana kalau kertas suara digabung-gabung. Ada dua, tiga,” sebutnya.
Kerumitan lain, lanjut Waketum DPP Partai Golkar itu, ada kegiatan warming up sebelum pemilu nanti. Kalau tahun sebelumnya upaya mengenalkan masyarakat pada figur-figur presiden misalnya masih mudah, meski ada pilkada serentak tapi tahunnya tidak sama.
“Ke depan semuanya numpuk. Masyarakat dipaksa memilih untuk pilpres dan pilkada. Pasti calon kepala daerah juga sudah punya kepentingan dalam pilpres. Itu semua masuk ke arena yang sama. Bayangkan, ibarat main bola normalnya 22 pemain, terus nambahnya seratus orang. Crowdednya lumayan,” tandasnya.
Selainjutnya berkutat pada masalah persiapan teknis. KPU sebagai perancang saja kadang-kadang bingung soal menetapkan masa tenggat persiapan. Sementara Pemilu 2024 dituntut harus ada persiapan matang.
“Lalu masalah anggaran, kan kita buat serentak dengan alasan efesiensi. Nah sekarang kita disuguhi hitungan KPU untuk Pemilu 2024 estimasinya anggaran hampir Rp 150 triliun, sekitar Rp 86,9 triliun dari APBN,” terangnya.
Untuk itu, kata dia, Komisi II DPR RI sudah mulai mendiskusikan bentuk maupun desain pelaksanaan Pemilu 2024. Bahkan telah dibentuk sebuah tim kerjasama melibatkan KPU dan Bawaslu guna membangun berbagai kesepakatan.
Sedangkan anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo menyinggung soal terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada di wilayah Sultra beberapa waktu lalu. Kasus itu bahkan sempat jadian kajian secara nasional.
“Makanya munculnya istilah terstruktur, masih dan sistematis (TSM) itu bermula dari kasus PSU di Sultra. Utamanya di Kabupaten Muna di tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Yang masih rumit diawasi adalah indikasi politik uang. Dalam catatan Bawaslu ada sekitar 205 kasus money politics di pilkada. Dari angka itu 109 laporan masyarakat dan 96 temuan Bawaslu.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Sultra, Hamiruddin Udu menilai, Pemilu 2024 relatif memaksa penyelenggara, khususnya bawaslu untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melakukan pengawasan.
“Kita memerlukan strategi pengawasan berbasis teknologi biar lebih mudah dan efektif. Kalau cuma mengandalkan jumlah personil bawaslu itu tidak mungkin dengan setumpuk kompleksitas pelanggaran,” jelasnya saat sambutan pembuka acara. (***)
Reporter : Juhartawan