MCNEWSULTRA.ID, Tirawuta – Kisruh penetapan pasangan calon (Paslon) kepala daerah di Pilkada Kolaka Timur mulai memicu reaksi kalangan. Bukan saja dari pendukung maupun simpatisan pasangan Samsul Bahri Madjid – Andi Merya Nur (SBM), tetapi kalangan elemen pemantau pemilu juga turut memberikan tanggapan. Salah satu elemen pemantau pemilu itu adalah Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra.
Koordinator JaDI Sultra wilayah Kolaka Timur, Adly Yusuf Saepi menegaskan, polemik pasca penetapan paslon pilkada sebenarnya tidak bakal memicu masalah bila Komisioner KPU Koltim bekerja secara profesional dan teliti menjalankan tugas.
“Komisoner KPU tidak menguasai regulasi pemilihan dengan baik. Mestinya mereka lebih memahami dan menguasai regulasi ketimbang kontestan maupun masyarakat. Polemik muncul karena kelalaian penyelenggara,” tuturnya, Rabu (7/10/2020).
Regulasi tersebut, kata mantan Komisoner KPU Koltim itu, adalah Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah dan Keputusan KPU Nomor 394 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Penelitian dan Perbaikan Dokumen Persyaratan, Penetapan, serta Pengundian Nomor Urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Menurutnya, polemik penetapan Paslon Nomor urut 1 (Tony Herbiansah-Baharuddin) karena faktor ketidaktelitian KPU melakukan verifikasi syarat calon pada saat pendaftaran Bapaslon tanggal 4 – 6 September 2020 lalu. Dengan tidak profesionalnya KPU dapat saja merugikan hak politik dari bakal pasangan calon untuk berkontestasi dalam Pilkada 9 Desember 2020.
“Dalam proses pendaftaran bapaslon, tugas KPU menerima dokumen persyaratan pencalonan dan syarat calon dengan meneliti pemenuhan kelengkapan dan keabsahan persyaratan pencalonan dari masing-masing bakal pasangan calon yang mendaftarkan diri di KPU,” katanya.
Salah satu indikator keabsahan dokumen pencalonan bakal pasangan calon yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik sesuai Keputusan KPU Nomor 394 Tahun 2020 adalah seluruh dokumen pencalonan harus sesuai dengan identitas Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).
Dia pun menyarankan agar pihak terkait yang merasa hak dan kepentingannya dirugikan atas suatu keputusan dan tidak profesionalnya KPU setempat, utamanya pada kedua paslon baik SBM maupun BersaTU sebaiknya mengadukan masalah itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Kalau merujuk Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, maka KPU Koltim melanggar kode etik, asas dan prinsip penyelenggara pemilu. Pelaporan ke DKPP itu tujuannya agar kedepan komisioner KPU lebih bekerja profesional, bertanggungjawab dan teliti memproses tahapan selanjutnya,” terang akademisi di beberapa perguruan tinggi itu.
Diungkapkan juga, ketika dokumen pencalonan dari bakal pasangan calon ada yang tidak lengkap atau tidak sah dalam verifikasi syarat calon, KPU harus mengembalikan berkas tersebut untuk dilengkapi dan dilakukan perbaikan, dengan memberikan formulir tanda pengembalian kepada Partai Politik atau Bapaslon dalam masa pendaftaran sampai dengan
sebelum berakhirnya masa pendaftaran.
Sebagaimana diketahui setelah penetapan dan pengundian nomor urut, paslon nomor urut dua yaitu SBM menggugat Surat Keputusan Nomor 91/PL.02.3-Kpt/7411/KPU-KAB/IX/2020 tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar Pasangan Calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020.
Mereka mengajukan gugatan sengketa administrasi pemilihan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kolaka Timur, meski pada akhirnya Laporan Paslon Nomor urut 2 (SBM) tidak dapat di register oleh Bawaslu Koltim karena tidak terpenuhinya syarat materil.
Dasar gugatan itu sendiri karena salah satu dokumen pencalonan paslon Tony Herbiansah – Baharuddin yaitu Formulir Model B.1-KWK Parpol atau keputusan pimpinan parpol tingkat pusat tentang persetujuan bakal paslon berbeda dengan identitas Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang bersangkutan. (**)
Reporter : Wawan