Imajinasi tinggi awal mula seseorang bisa berkreasi. Bicara proses dan hasil terlihat sederhana, namun bernilai besar dalam hidupnya. Perkara usia bukan jadi halangan.
Itulah kisah Nurzaitun, Mahasiswa Fakultas Teknik UHO Kendari berhasil mengkreasikan limbah kayu menjadi produk UMKM bernilai. Cara itu lazimnya disebut Pirografi atau seni menghias kayu dengan cara dibakar
Laporan : MIRANTI, Kendari
MCNEWSULTRA.ID – Kesulitan kadang memacu orang untuk bisa lebih survival atau bertahan hidup. Begitulah yang dirasakan Nurzaitun ketika memulai usaha produk seni yang diberi nama brand Retro.
“Awal mulanya itu saat saya cuti kuliah, terus terdesak ekonomi. Jadi mikir bagaimana bisa menghasilkan uang,” tuturnya saat bincang dengan mcnewsultra.id, Sabtu (12/10/2024).
Itun – sapaan akrab- bercerita, saat terdesak himpitan ekonomi pada Tahun 2022. Dia pun berpikir bagaimana potensi keterampilannya menggambar bisa diolah bernilai ekonomis.
Terbesit pemikirannya mengelaborasi skill menggambar di atas bahan sederhana yaitu berupa limbah kayu jati putih. Modalnya sangat minimalis cuma Rp 50 ribu.
“Jadi saya mencoba mengembangkan model bisnis dengan memanfaatkan limbah kayu meubel. Prosesnya susah-susah gampang, butuh ketekunan,” katanya.
Proses produksinya, kata dia, sebelum digambar limbah kayu itu dibenahi menggunakan alat-alat pertukangan kayu seperti electrik planner, cutting planner dan sebagainya.
Setelah rata, halus dan bersih, barulah kayu-kayu yang dipotong sedemikian rupa digambar desain secara manual. Hasil kerajinan tangan itu berupa gantungan kunci unik, home dekor atau gift untuk hadiah ulang tahun dan wisuda.
Dalam mengembangkan usaha, Nurzaitun melibatkan tiga rekan mahasiswa lainnya. Perannya beragam ada yang membantu produksi, satunya lagi lebih berperan ke promosi melalui jejaring sosial media.
“Produk Retro itu kami jual antara Rp 5 ribu- 50 ribu. Alhamdulillah konsumen banyak tertarik karena harga terjangkau, estetik secara seni yah,” tukasnya.
Dari sisi pemasaran, sebagian menggunakan pendekakatan konsinyasi atau menitip ke beberapa pusat perbelanjaan besar, toko ATK dan bersifat direct selling atau jual langsung.
Nurzaitun pun berharap agar produk usahanya mampu menginspirasi mahasiswa-mahasiswa lainnya untuk mencoba mengembangkan produk kerajinan tangan.
“Di Kendari masih jarang saya lihat produk kerajinan tangan yang diproduksi. Jadi ayo teman-teman, kalau punya bakat, berkreasi agar menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis,” tandasnya. (***)