
MCNEWSULTRA.ID, Lasusua – Kejaksaan Negeri Kolaka Utara kembali mengklarifikasi sekaligus menanggapi pernyataan terdakwa Dakriwan, Kepala Desa Patikala yang dipenjara karena perkara kasus ijazah palsu dalam Pilkades 2019.
Tanggapan itu terkat pernyataan Dakirwan membantah telah menyetor biaya denda Rp 50 juta, termasuk pula menandatangani kuitansi denda tersebut. Bahkan diakui belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung yang menggiringnya tetap masuk penjara.
Kepala Kejari Kolut melalui Kasi Intel, Toyib Hasan SH menegaskan, sebelum eksekusi dilakukan, pihak kejaksaan sudah melakukan koordinasi dengan pihak keluarga terdakwa Dakriwan.
“Untuk menghindari kegaduhan, maka kami minta terdakwa untuk kooperatif saja ke Kolaka bertemu dengan kami (kejaksaan) di Kolaka,” tuturnya, Senin (20/9/2021).’
Keputusan itu ditempuh karena sebelum eksekusi, seorang keluarga terdakwa berinisial M datang bertemu Kajari. Dia meminta agar penjemputan terdakwa dikondisikan. Selang sehari usai M bertemu kajari, Istri dan anak terdakwa datang mengaku diarahkan M untuk berkoordinasi sekaligus meminta arahan terkait penjemputan terdakwa.
Makanya saya langsung arahkan kalau memang tidak ingin ada keributan ya koperatif saja serta atur bagaimana langkah baiknya, maka pada waktu ituĀ bersangkutan langsung ke rutan Kolaka diantar anak bersama istrinya,” ungkap Toyib.
Terkait setoran biaya denda Rp 50 Juta, lanjutnya, dana tersebut dibawa Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APEDSI) Kolaka lalu diserahkan pada pihak kejaksaan. Uang itupun oleh kejaksaan langsung disetor ke bank.
“Ketua APEDSI Kolut merasa terpanggil karena yang bermasalah anggotanya. Jadi memang bukan mantan Kades Patikala yang datang menyetor uang itu,” terangnya.
Menyoal pengakuan pihak terdakwa tidak menerima salinan Putusan MA, Toyib kembali menegaskan bahwa perkara penyampaian salinan bukan rana kejaksaan, tetapi menjadi urusan MA atau bisa konfirmasi langsung ke Pengadilan Negeri karena juga masuk kewenangan lembaga itu.
“Jadi bukan kewenangan kejaksaan menyampaikan salinan Putusan MA itu pada terdakawa. Itu rana pengadilan negeri,” tegasnya.
“Soal rencana pengacara terdakwa mau ajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan MA. Kami No Coment lah, itu hak mereka,” katanya.
Dituturkan pula, saat ini kejaksaan sedang fokus menangani kasus dana desa yang melibatkan mantan Kepala Desa Woitombo, Kecamatan Lambai Tahun 2019-2020. Dalam waktu dekat sejumlah akan dipanggil penyidik.
“Waktu masih menjabat, kami sudah sarankan agar segera mengembalikan dana kerugian negara itu, tetapi tidak direspon dan tidak niat baik bersangkutan, bahkan sudah satu tahun lebih belum ada pengambalian atau tunggakan itu,” ujarnya.
Dasar itu, kejaksaan pun menindaklanjuti kasus itu yang menimbulkan kerugian negara sekira Rp 209 Juta. (***)
Reporter : Andi MomangĀ
