
MCNEWSULTRA.ID, Kolaka – Warga sekitar lingkar lahan konsesi PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) kembali mempersoalkan komitmen dana kompensasi dari perusahaan feronikel itu.
Versi warga penyaluran dana tersebut sudah dijanjikan sejak tahun 2019 lalu. Namun sampai sekarang tak kunjung realisasi.
Buntutnya warga di Kelurahan Wolo, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka kembali menggelar aksi, Sabtu (6/6/2020). Cuma kali ini bukan aksi unjuk rasa.
Tetapi hanya memajang beberapa kain bertuliskan kalimat-kalimat bernada kesal dan protes di pinggir jalan. Warga mengaku aksi spontanitas karena respon sisa dana kompensasi tidak jelas.
“Benar pak, sejak 2019 kompensasi belum terbayarkan, yang jelas ini gerakan independen dan tidak dinaungi oleh organisasi manapun”, tulis Subhan, warga Kelurahan Wolo melalui pesan whatsapp.
Menurutnya, warga mengakui jika kondisi saat pihak perusahaan belum menentukan nilai kompensasi setelah perubahan aturan pengiriman ore nikel dari Kapal vessel ke Kapal tongkang.
“Ini rancunya Sekarang karena tidak ada kejelasan tentang nilai konpensasi setelah ada perubahan proses pengapalan dari vessel ke tongkang”, ungkapnya.
Soal besaran dana kompensasi, kata Subhan, bervariasi antara Rp 250 – Rp 500 juta khusus untuk desa maupun kelurahan yang berada di ring satu lingkar tambang.
“Dana kompensasi PT CNI yang tak jelas realisasi itu cuma satu masalah. Masalah lain yang menjadi sorotan warga banyak. Kan kami berharap keberadaan tambang bisa berdampak positif buat masyarakat,” terangnya.
Masalah lain tersebut, lanjutnya, adalah kejelasan pembangunan fasilitas pemurnian feronikel atau smelter. PT CNI sendiri sudah menggelar peletakan batu pertama (groundbreaking) pada Juni 2019 lalu.
“Waktu groundbreaking katanya bisa tuntas akhir 2021. Tetapi kami lihat progres fisiknya lamban. Ini investasi serius atau tidak,” tuturnya,
Selain itu warga juga menyoal penyelesaian pembayaran lahan dan ganti rugi tanaman masyarakat belum tuntas. Begitu pula alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) dianggap ‘abu-abu’ aturan mainnya.
“Satu soal pemberdayaan pengusaha lokal dan tenaga kerja lokal masih belum memenuhi harapan masyarakat di sekitar lingkup IUP PT CNI,” tegasnya.
Dari penelusuran data mcnewsultra.id, protes dan tuntutan dana kompensasi akibat dampak pertambangan PT CNI sudah digulirkan warga sejak tahun 2018.
Bahkan, masalah ini sempat mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Kabupaten Kolaka tahun 2018 yang menghadirkan pihak manajemen PT CNI.
Dalam RDP kala itu internal PT CNI mengaku sudah membayar dana ganti rugi dampak pertambangan sebesar Rp 3,1 miliar untuk kompensasi lahan seluas 360 hektar. Sisa pembayaran akan menyusul.
Pihak perusahaan saat itu mengaku juga menyiapkan 567 kompartemen bahkan saringan, membebaskan sejumlah tambak, penanaman, dan pembangunan saluran sepanjang 500 meter di sekitar area pebibitan. Termasuk pemantauan lingkungan per tiga bulan sekali. (**)
Tim Redaksi