Bawaslu Koltim Dinilai Keliru Tafsirkan Perbawaslu

0
519
Adly Yusuf Saepi

MCNEWSULTRA.ID, Tirawuta – Usai menyorot indikasi pelanggaran kode etik Komisioner KPU Kolaka Timur, Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) menyentil sikap ambivalen Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat. Sorotan mengarah pada keputusan lembaga tersebut menolak meregister pengaduan kuasa hukum pasangan Samsul Bahri – Andi Merya Nur (SBM) beberapa waktu lalu.

“Pasca bawaslu mengeluarkan surat pemberitahuan registrasi perkara sesuai hasil pleno mereka tanggal 30 September 2020 dan itu ada berita acaranya, kalau pihak pengadu tidak puas atas putusan itu dari sisi undang-undang masih buka alternatif melaporkan bawaslu ke DKPP atau kepolisian,” ungkap Ketua Presidium JaDI Koltim, Adly Yusuf Saepi, Senin (12/10/2020).

Dia juga menyorot rapat pleno bawaslu terindikasi ‘pecah kongsi’ antara ketua dan anggota. Mereka berbeda pendapat dalam memahami Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi rujukan penyelesaian sengketa dalam pemilihan kepala daerah. Khususnya dalam Pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan bahwa sengketa pemilihan terjadi akibat dikeluarkannya keputusan KPU Kabupaten/Kota yang menyebabkan hak peserta Pemilihan dirugikan secara langsung.

“Jadi mereka (bawaslu) tidak satu suara soal ada unsur materi atau tidak pengaduan kubu SBM. Hasil klarifikasi bawaslu diketahui Ketua Rusniyatinur Rakibe tidak mau teken berita acara pleno tanggal 30 September 2020 karena menurutnya laporan pemohon Paslon nomor urut dua SBM sudah memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat 1 itu. Cuma anggota bawaslu lainnya Lagolonga dan Abang Saputra Laliasa berpendapat sebaliknya,” terangnya.

Kejanggalannya, lanjut mantan Komisioner KPU Koltim itu, Bawaslu Koltim justru mengeluarkan surat dua kali untuk pemohon kubu SBM. Hanya waktu dan harinya berbeda dari kedua surat itu. Lalu ada indikasi ketidaksesuaian yaitu salah kutip pasal dan tidak dicantumkan tanggal, bulan dan tahun dalam surat pemberitahuan Registrasi Permohonan Penyelesaian Sengketa Pemilihan itu.

Kejanggalan dimaksud adalah adanya perbedaan dokumen Formulir PSP-5 yaitu formulir pemberitahuan registrasi permohonan penyelesaian sengketa pemilihan yang disampaikan kepada Kuasa Hukum Paslon SBM yang diterima pada tanggal 1 Oktober 2020 dengan dokumen Formulir PSP-5 yang diumumkan oleh Bawaslu Kolaka timur tanggal 2 Oktober 2020.

“Perbedaan dokumen pada frasa kalimat ketentuan Pasal 23 ayat (4) huruf b dalam dokumen Formulir PSP-5 yang disampaikan pada pengacara SBM tanggal 1 Oktober 2020, dan pada frasa kalimat ketentuan Pasal 23 ayat (4) huruf a dalam dokumen Formulir PSP-5 yang diumumkan Bawaslu Koltim tanggal 2 Oktober 2020. Dua surat itu beda yang teken,” tuturnya.

Ditegaskan, lahirnya surat putusan ganda itu, maka patut diduga ada kesalahan atau kelalaian administrasi yang mengindikasikan adanya dua kali pleno dalam menentukan status perkara yang sama.

Padahal jika mengacu pada Pasal 23 ayat 3 Perbawaslu 2 Tahun 2020, Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan verifikasi mengenai kelengkapan dokumen permohonan penyelesaian sengketa pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat 2 dalam rapat pleno paling lama satu hari kerja sejak dokumen permohonan penyelesaian sengketa pemilihan hasil perbaikan disampaikan oleh pemohon dan dituangkan dalam berita acara verifikasi hasil perbaikan sesuai dengan Formulir Model PSP-4.

“Pada ayat 6 disebutkan Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota memberitahukan status dokumen permohonan penyelesaian sengketa Pemilihan kepada pemohon paling lama 1 (satu) hari sejak keputusan rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), yang ditetapkan sesuai dengan Formulir Model PSP-5, artinya bahwa sehari setelah pleno surat pemberitahuan sudah harus disampaikan kepada Pemohon/Pelapor,” terangnya.

Tegasnya, kata dia, secara substansi kedua surat tersebut tidak memberikan kepastian hukum dan berdampak pada penerapan hukum berbeda, dan kedua surat yang dikeluarkan oleh Bawaslu Koltim tidak sesuai dengan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020 dan Keputusan Bawaslu Nomor 0419 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Sengketa.

“Jadi kalau tidak puas kuasa hukum SBM bisa lapor ke DKPP karena ada indikasi pelanggaran kode etik atau kepolisian karena memenuhi unsur pidananya. Pelaporan itu semata-mata untuk menegakkan seluruh aturan hukum dalam pemilihan, sehingga tidak ada yang merasa kebal akan hukum ketika seseorang diduga sengaja melanggar hukum baik itu peserta pemilihan, masyarakat maupun penyelenggara pemilu, maka harus ditindak,” tukasnya. (***)

Reporter : Wawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini