MENYEBUT penyakit jantung, bukan saja masuk kategori penyakit pembunuh nomor satu saat ini, sesuai data 35 persen kematian di Indonesia karena kardiovaskular menurut WHO. Tetapi proses pengobatan penyakit itu juga cukup menguras isi tabungan hingga ratusan juta.
Selama ini masyarakat Sultra tak punya pilihan lain dalam pengobatan jantung lanjutan. Umumnya harus ke luar daerah. Semisal ke Surabaya atau Jakarta.
Sebut saja ke Primaya Hospital, RS Jantung Pusat Jantung Harapan Kita (RSJPJHK), JakartaHealt Center, RS Jantung Binawulaya dan lainnya.
Pengobatan penyakit jantung mesti lebih antisipatif dengan dukungan fasilitas pelayanan medis yang memadai. Mengingat biaya berobat mahal, maka tentu butuh upaya menekan biaya lebih besar. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Internasional Kendari sebuah solusi yang digagas Gubernur Sultra Ali Mazi.
MCNEWSULTRA.ID, Kendari – Acara Groundbreaking pemasangan tiang pancang pembangunan RS Jantung Internasional Kendari sudah dilakukan Medio 2019 lalu. Proyek itu satu di antara tiga mega proyek yang digagas pasangan Ali Mazi dan Lukman Abunawas (Aman) di Sultra.
“Cita-cita saya bangun rumah sakit jantung internasional jauh sebelum jadi gubernur. Penyakit jantung ini sendiri kita ketahui kan sebagai penyebab kematian nomor satu,” tutur Gubernur Ali Mazi.
Selain itu, dia juga mengimpikan RS Jantung itu menjadi rujukan regional di Sulawesi sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan akses pengobatan dan perawatan paling dekat.
“Kasihan, warga kita sudah sakit jantung harus bolak-balik naik pesawat, keluar daerah untuk berobat. Kalau bisa di sini, kenapa harus keluar,” katanya beberapa waktu lalu.
Selain itu bila rumah sakit itu terwujud, maka Pemerintah Provinsi Sultra berharap tenaga-tenaga medis terserap dari lulusan Fakultas Kedokteran UHO Kendari. Begitu pula dengan tenaga teknis medis lainnya.
Penegasan itu bukan isapan jempol semata, terbukti sejak tahun lalu Pemprov Sultra sudah mulai membuka lowongan pekerjaaan tenaga kesehatan dengan jumlah 250 orang dengan gaji fantastis.
Syarat teknisnya tentu berhubungan seputar penyakit jantung baik dokter spesialisasi jantung, perawat ahli jantung dan bidang Kardiovaskular lainnya. Berdasarkan informasi, jumlah pelamar pekerjaan sebanyak 800 orang.
Sebagai rumah sakit rujukan di regional Indonesia Timur, tentu bukan perkara mudah. Selain ditunjang konstruksi dan fasilitas pelayanan kesehatan (Fanyaskes) serba moderen, maka manajemen pengelolaan rumah sakit menjadi pertimbangan teknis untuk dipikirkan.
Studi Banding ke Jerman
Mewujudkan gagasan itu, Gubernur Ali Mazi bersama rombongan bertolak ke Jerman untuk melakukan studi banding pada Bulan Desember 2020. Tepatnya di Universitas Ruhr Bochum Oeynhausen Jerman.
Universitas Ruhr Bochum Jerman memiliki Rumah Sakit Jantung dan Diabetes (Heart and Diabetes Centre NRW Bad Oeynhausen) yang bertaraf internasional dalam hal penanganan pasien jantung dan diabetes.
Kehadiran orang nomor satu Sultra itu disambut dr. Karin Overlack, manajer umum Heart and Diabetes NRW Bad Oenyhausen Jerman yang didampingi oleh Prof. Sommer, tenaga ahli Rumah Sakit melakukan presentasi di hadapan gubernur untuk memaparkan kondisi
umum RS NRW Bad Oeynhausen.
Sisi keunikan rumah sakit NRW Bad Oeynhausen karena terintegrasi dengan perguruan tinggi. Fasilitas itu paling besar dari 80 rumah sakit yang tersebar di 16 negara bagian di Jerman.
Teknik penyembuhan jantung pun terbilang canggih yaitu menggunakan Telemedicine yaitu jantung buatan dan itu sudah diterapkan pada 200 orang pasien kala itu, Selain itu seluruh faskesnya memang sangat inovatif dan bersaing.
“Kita ingin mempelajari Sistem Manajemen dan struktur organisasi rumah sakit, di mana penempatan sistem elektrik, bagaimana pengelolaan pembuangan limbah, dan pelayanan pasien-pasien darurat penyakit jantung,” ucap Ali Mazi.
Bangunan Megah Konstruksi 17 Lantai
Pembangunan RS Jantung dan Pembuluh Darah Kendari itu memanfaatkan areal seluas 5,6 hektare (eks RSUD Sultra) di bilangan Jalan Abdullah Silondae, Kemaraya, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari.
Proyek pembangunan fisik menjadi tanggung jawab sepenuhnya Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang Provinsi Sultra di bawah kepemimpinan Pahri Yamsul.
Kepala Dinas Bina Konstruksi dan Tata Ruang Sultra, Pahri Yamsul menuturkan, bangunan RS tersebut tergolong megah dan konstruksinya relatif sangat spesifik. Mau tak mau mesti putar otak dan tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam mengeksekusi fisik proyek tersebut.
“Pembangunannya tidak langsung seperti proyek-proyek fisik lainnya. Regulasinya sangat ketat. Misalnya kami harus menunggu izin dari Kementerian PUPR, lalu ada pengujian khusus dari lembaga teknis terkait uji gempa, amdal dan sebagainya,” terang Pahri beberapa waktu lalu.
Dicontohkan, salah satu pengerjaan teknis adalah melakukan pengujian konstruksi tarik besi yang diusulkan rekanan sebagai rangka utama. Pengujian itu mesti dilakukan di Universitas Hasanuddin Makassar karena di Sultra memang tidak memiliki lab sesuai kebutuhan.
“Kan ada orang sering protes kok rampungnya lama, kesannya mangkrak. Padahal mungkin mereka tidak memahami bahwa konstruksinya harus kami jamin kekuatan dan umur ekonomisnya. Nah semua itu butuh proses detail,” jelasnya.
Selain itu pembangunan rumah sakit itu berlangsung dalam suasana Pandemi Covid-19 sehingga berdampak pada jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam proyek tersebut.
Realisasi fisik, kata Penggiat Olahraga Sofbol itu, berjalan dua tahap karena konstruksi berupa bangunan 17 lantai. Tahap pertama fokus pada pembangunan pondasi dan konstuksi hingga lantai empat.
Lalu dilanjutkan dengan pembangunan lantai 5 sampai 17. Tak tanggung-tanggung dalam pengerjaan proyek itu melibatkan 30 – 40 arsitek dari luar daerah.
Untuk pembangunan tahap II sudah direalisasikan dengan persentase 13 persen fisik. Bahkan konsorsium rekanan telah menuntaskan pengecoran lantai 10 atau lebih cepat dari target sebelumnya.
“Khusus pembangunan tahap II kita punya deadline selama 18 bulan saja. Nah. Target kita realisasi fisik berkisar 40 – 50 persen di tahun 2021 ini. Jadi tahun depan sisa finishing keseluruhan,” ujarnya.
Pahri juga memaparkan, untuk sarana prasarana di RS Jantung dan Pembuluh Darah internasional Kendari yang berada di lantai 1 hingga lantai 4 mencakup ruang poli klinik, ruang poliklinik perjanjian, ruang rekam medis, ruang poli jantung dan anak, MCU, ruang publik dan ruang laboratorium.
Berikutnya adalah Ruang COT, ruang ICCU, ruang HCU, Ruang NICU, Ruang cardiovascular, ruang ODS, ruang hemodialisa, ruang rehabilitasi medis, ruang kelompok staf medis, area taman.
“Sementara, lantai 5 hingga lantai 8 tersedia ruang rawat inap kelas III. Lantai 9 hingga lantai 10 menjadi area ruang rawat inap kela 2, lantai 11 hingga lantai 12 menjadi tempat bagi ruang inap kelas 1,” tuturnya.
Lantai 13 dirancang untuk fasilitas ruang VIP dan VVIP. Sementara lantai 14 diporsikan untuk ruang management, ruang pendidikan dan penelitian. Lantai 15 dan Lantai 16 sebagai ruang komite dan ruang publik service.
“Yang mesti dicatat, itu bukan rumah sakit biasa. Pelayanan tidak semata-mata pada pasien, tetapi juga kebutuhan penting keluarga pasien yang menjaga atau membezuk juga kami pikirkan,” tukasnya.
Karena bangunan rumah sakit hanya menggunakan luasan 50 x 60 meter, maka sisa lahan dari 5,6 hektare itu akan dibangun sebuah sarana lain berupa mal atau pusat perbelanjaan, hotel dan apartemen khusus.
“Kalau menjadi rumah sakit rujukan, sudah pasti ada pasien dari luar Sultra berobat. Nah dari pada sewa penginapan jauh dari rumah sakit, kita siapkan fasilitas serupa, jadi bisa setiap saat mengontrol keluarganya yang sedang dirawat,” jelasnya.
Dia berharap agar masyarakat Sultra terus memberikan dukungan atau mendoakan agar pembangunan rumah sakit kebanggaan Sultra rampung sehingga bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan orang banyak.
“Semua sarana yang dibangun Pemprov Sultra saat ini sesungguhnya tidak berdiri sendiri, tetapi mengintegrasikan seluruh kebutuhan masyarakat Sultra yang serba kompleks,” tandasnya. (adv)